09/04/21

Mengaitkan Kasus Erigo dengan Keefektifan Hukum di Indonesia

 Pada bulan Juni tahun 2020, Indonesia dihebohkan dengan kasus plagiarisme yang dilakukan oleh brand lokal bernama Erigo. Desain jaket bergambar harimau yang dibuat oleh Erigo ternyata menjiplak karya seorang seniman dari Polandia yang bernama Nora Potwora. Kasus ini ramai ketika Nora Potwora mengunggah kesamaan desain Erigo dengan hasil karyanya di akun Twitter pribadinya. Potwora mengatakan bahwa hal ini tidak adil dikarenakan karyanya disalahgunakan untuk diperjual-belikan dan ia sudah mengomentari desain yang dibuat oleh Erigo, tetapi pihak Erigo mengabaikannya. Akibat cuitannya tersebut, kasus plagiarisme yang dilakukan Erigo menjadi viral di Twitter dan mendapat berbagai respon dari publik. Publik menilai bahwa tindakan Erigo merupakan suatu hal yang tidak pantas dilakukan kepada Potwora dan mereka cenderung mendukung tindakan Potwora dalam memperjuangkan haknya untuk meminta pertanggungjawaban dari pihak Erigo. Setelah kasus ini ramai dan mendapat perhatian dari warganet, akhirnya Erigo menanggapi unggahan Potwora dengan meminta maaf kepada Potwora melalui akun media sosial Erigo. Pihak Erigo juga menghubungi Nora Potwora secara personal dan mengatakan bahwa mereka akan bertanggung jawab atas insiden ini dengan memberikan hak penuh untuk hasil karyanya. 

Sayangnya, di Indonesia sendiri, kasus plagiarisme tidak hanya terjadi sekali pada kasus plagiarisme antara Erigo dengan Potwora, melainkan kasus plagiarisme sendiri masih marak dilakukan oleh beberapa oknum, baik itu plagiat dalam desain, karya lagu, karya tulis, dan masih banyak lagi. Maraknya kasus plagiarisme di Indonesia membuat pemerintah menetapkan undang-undang yang mengatur tentang kasus tersebut. Pasal mengenai plagiarisme dimasukkan ke dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Meskipun istilah plagiat tidak dicantumkan ke dalam pasal tersebut, tetapi pada praktiknya, plagiat dapat mengarah kepada pelanggaran hak cipta dikarenakan melanggar hak ekonomi maupun hak moral. Dalam sisi hak ekonomi, karya yang diplagiasi banyak digunakan untuk kepentingan komersial dan menguntungkan plagiator saja, bukan para pembuat karya aslinya. Sedangkan dalam sisi hak moral, tidak ada penyebutan sumber dan adanya perubahan ditujukan untuk kepentingan non komersial. Oleh karena itu, praktik plagiat dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.  

Jika kita menelusuri lebih dalam, praktik plagiat tidak selalu berhubungan dengan desain, tetapi juga dilakukan terhadap karya lainnya seperti karya tulis. Di kampus misalnya, pihak akademisi menindak tegas kasus plagiarisme dengan memberlakukan hukuman dan ancaman kepada mahasiswa yang ketahuan melakukan plagiat. Peraturan yang tegas tersebut membuat mahasiswa menjadi memiliki perasaan untuk mentaatinya. Dampak dari adanya peraturan tersebut membuat orisinalitas karya tulis menjadi terjamin dan meningkatkan daya pikir mahasiswa. Namun, peraturan tersebut ditindak tegas hanya pada kampus-kampus yang terakreditasi A dan B. Selain dari itu, biasanya peraturan ini masih belum efektif untuk dijalankan oleh mahasiswa. 

Kembali ke kasus Erigo, sebetulnya masih banyak oknum yang memanfaatkan karya orang lain untuk keuntungan dan kepentingannya sendiri, terutama penjual yang bergerak dalam bidang fashion. Mereka menjual pakaian dengan desain jiplakan karya orang lain. Sayangnya, toko-toko atau brand lokal yang menggunakan karya orang lain untuk desainnya tidak ketahuan oleh masyarakat umum, tidak seperti Erigo yang ketahuan menjiplak karya orang lain dan mendapat respon dari warganet. Banyaknya toko-toko yang menggunakan karya orang lain pada desainnya membuat aksi ini lama-kelamaan dinormalisasikan oleh masyarakat. Bahkan, masih ada masyarakat yang membela plagiator dengan dalih bahwa plagiator tersebut hanya terinspirasi dan banyak oknum yang melakukan hal yang sama. 

Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa kasus plagiarisme yang dianggap normal oleh masyarakat merupakan salah satu bukti bahwa hukum masih belum efektif diterapkan di Indonesia. Hal itu disebabkan oleh kurangnya tindakan tegas yang dilakukan oleh pihak berwajib. Bahkan dilihat dari sisi pihak berwajib, tindakan plagiarisme terkadang bukan suatu masalah yang besar sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Padahal, setiap individu dari berbagai lapisan masyarakat memiliki hak-haknya sebagai warga, salah satunya hak cipta. Orang-orang yang karyanya dijiplak oleh orang lain seharusnya mendapatkan perlindungan hukum dari pemerintah. 

Jika kita mengaitkan kasus plagiarisme dengan pendekatan hukum dan masyarakat, kita bisa mengetahui melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif mengkaji hukum dengan teknologi hukum dan dapat mengetahui hukuman dari persoalan tertentu, serta kita dapat mengetahui solusi yang tepat untuk menerapkan peraturan hukum tersebut. Sedangkan, pendekatan yuridis empiris mengkaji hukum dalam kenyataannya di dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana hukum dipraktikkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif, kita dapat mengetahui bahwa kasus Erigo merupakan pelanggaran UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hukuman bagi pelanggar yang melakukan aksi ini adalah pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebanyak Rp500.000.000. Agar hukuman ini berlangsung secara efektif, pemerintah seharusnya menindak tegas para pelanggar hukum dan melindungi para penghasil karya. Tegasnya hukuman yang berlaku bisa membuat masyarakat menjadi waspada dalam bertindak selayaknya mahasiswa yang waspada dalam menghasilkan karya tulisnya akibat adanya peraturan yang tegas dari kampus. Jika kita menggunakan pendekatan yuridis empiris, hukuman plagiat merupakan suatu tindakan yang dianggap normal oleh masyarakat setempat dan dipraktikkan secara tidak tegas, baik pihak plagiator maupun pihak berwajib. Sehingga, penulis—sekali lagi—berpendapat bahwa kasus plagiarisme merupakan salah satu bukti bahwa hukum tidak berjalan secara efektif di Indonesia. 




Sumber Referensi


Bahar, A. (2020). Soal Desain Produk Mirip Karya Ilustrator Lain, Erigo: Masalah Ini Sedang Dalam Proses Penyelesaian. Diakses pada 9 April 2021, dari https://hai.grid.id/read/071996912/soal-desain-produk-mirip-karya-ilustrator-lain-erigo-masalah-ini-sedang-dalam-proses-penyelesaian?page=all

Kemenkumham. (2002). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta. 85(3), 601–602.

0 komentar:

Posting Komentar